JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Pro-konta AHWA dalam sidang pleno I yang membahas Tata Tertib (tatib) akhirnya berakhir setelah Gus Mus menyatakan bahwa pemilihan Rais Am dilakukan sesuai AD/ART. Padahal semula, para pendukung Gus Mus berusaha memaksakan AHWA lewat berbagai cara. Panitia Muktamar NU ke-33 yang dipimpin Selamet Effendi Yusuf (SC), Imam Aziz (OC) dan Saifullah Yusuf (Ketua Panitia Daerah) disebut-sebut tak netral dan memihak AHWA.
Sedemikian memihaknya sampai AHWA dijadikan syarat menjadi peserta Muktamar. PWNU dan PCNU yang ditengarai menolak AHWA tak diberi ID card resmi, tapi ID card kosongan. Sedang PCNU dan PWNU yang ditengarai mendukung Ahwa langsung dapat ID card resmi.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
”Kami jauh-jauh datang ke Muktamar NU malah registrasi dipersulit,” kata Rais Syuriah PWNU Nusa Tenggara Timur (NTT) KH Abdul Kadir Makarim. (Baca juga: muktamar-nu-kisruh" style="background-color: initial;">Panitia Arogan, Proses Registrasi Awal Peserta Muktamar NU Kisruh)
“Mereka (Panitia) itu dzalim,” sahut peserta Muktamar NU yang lain.
Perlakuan tak terpuji Panitia Muktamar ini tentu saja menyulut kemarahan PWNU dan PCNU yang rata-rata kiai dari berbagai daerah. Bahkan banyak yang mengecam panitia Muktamar. ”Ini benar-benar Muktamar yang menyiksa para kiai,” kata seorang Ketua PCNU.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Yang menarik, dalam pidatonya, Gus Mus mengakui bahwa perlakuan Panitia Muktamar NU ke-33 mengecewakan para muktamirin. Padahal peserta Muktamar itu banyak yang terdiri dari kiai-kiai sepuh. “Saya mohon maaf kepada semua muktamirin terutama yang dari jauh dan tua-tua, teknis panitia yang mengecewakan anda,” katanya. (Baca juga: "Muktamar Jombang, Muktamar Terburuk Sepanjang Sejarah")
Gus Mus kemudian membacakan keputusan rapat antara dirinya dengan para Rais Syuriyah dari seluruh Indonesia, menyikapi polemik Pasal 19 Bab VII tentang Sistem Pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum PBNU. Dalam draf rancangan pasal itu awalnya disebutkan, sistem pemilihan Rais Am dilakukan dengan mekanisme AHWA atau sistem formatur. (Baca juga: PCNU Diming-imingi Rp 5 Juta agar Mau Dukung AHWA)
Namun mayoritas peserta Muktamar NU menolak AHWA. Artinya, mekanisme pemilihan dikembalikan kepada AD/ART organisasi. Tetapi ada kubu yang mendukung AHWA. Di sisi lain, ada pula kubu yang setuju AHWA tapi diberlakukan pada Muktamar ke-34, bukan sekarang.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
Bunyi keputusan hasil rapat Syuriah yang dibacakan Gus Mus kurang lebih seperti ini; "sesuai dengan AD/RT organisasi Pasal 41 ayat 1, jika musyawarah mufakat tidak bisa dilakukan maka akan ditempuh dengan cara pemungutan suara. Oleh sebab itu, Rais Am akan dipilih oleh Rais Syuriah PCNU dan PWNU. Biarkan para kiai memilih imamnya sendiri, kiai memilih kiai," kata Gus Mus.
Sementara untuk pemilihan ketua umum akan dipilih sendiri oleh ketua tanfidz di tingkat PCNU dan PWNU. Setelah Gus Mus membacakan putusan hasil rapat dengan syuriah soal polemik AHWA itu, dia lalu pergi keluar ruangan. (Baca juga: KH Hasyim Muzadi Calon Tunggal Rais Am, Gus Mus Isyaratkan Mundur)
Pimpinan Sidang Slamet Effendy Yusuf kemudian bertanya kepada ribuan Muktamirin apakah keputusan yang dibacakan Rais Am itu bisa digunakan untuk menggantikan Pasal 19, Muktamirin yang hadir menjawab serempak, "bisa!" Lalu, 'dok..dok..dok..!' tiga kali palu pengesahan digedok. Salawat pun menggema di ruang sidang. (tim)
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News